Unknown

Add caption
Ada yang dilanda khawatir dan terjebak pada persepsi pengkhususan. Bahwa orang yang pakai jilbab itu harus lembut, halus tutur katanya, dan feminim dalam arti yang sebenarnya. Jadi jilbaber itu tidak pantas begini, tidak boleh begitu.
“tahukah anda, bahwa standar-standar seperti itu –tentang Jilbaber-, terkadang menimbulkan beban bagi seorang akhwat?”
            Ya. Padahal jilbab bukan lakon sandiwara yang mengharuskan kita jadi orang lain saat memakainya. Padahal Islam tidak menghapus karakter-karakter khas dari pribadi pemeluknya yang tidak bertentangan dengan ‘Aqidah ketika dia memutuskan berislam secara paripurna. Islam justru membingkainya menjadi kemuliaan karakter yang menyejarah. Bahkan Rasulullah menyebutkan, “yang terbaik diantara kalian di masa jahiliah akan menjadi yang terbaik di masa keislamannya.”
Mari kita ingat dua wajah yang kita rindukan, Ash shiddiq dan Al Faruq. Abu bakar dan ‘Umar adalah dua sosok yang begitu kontras dalam singsingan fajar ummat Muhammad ini. Kontras dalam fisik dan kontras dalam karakter. Abu bakar begitu kurus sampai sarungnya selalu mengulur ke bawah dalam shalat meski sudah di betulkan. Sedang ‘Umar, ia pernah membuat empat makmum jatuh terjengkang karena bersinnya saat memeriksa shaff shalat…Masyaallah!
Imam muslim meriwayatkan salah satu episode indah tentang perbedaan karakter mereka berdua. Perbedaan yang membuahkan penyikapan lain terhadap para tawanan perang badar. Tetapi, Subhanallah, dengarlah komentar Rasulullah tentang prrbedaan mereka ini :
“Sesungguhnya Alloh melunakkan hati orang-orang tertentu sampai ada yang lebih lunak dari susu dan Alloh mengeraskan hati orang-orang tertentu sampai ada yang lebih keras dari batu. Sesungguhnya engkau wahai Abu Bakar, bak Ibrahim yang berkata:
“Barangsiapa mengikutiku maka sesungguhnya ia termasuk golonganku, dan barangsiapa mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Q.S. Ibrahim :36)
Dan juga laksana ‘Isa yang berkata :
“Jika Engkau menyiksa mereka maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hambaMu, dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (Q.S Al Maidah :118)
Dan Engkau wahai ‘Umar tak ubahnya seperti Musa yang berkata :
“…..Wahai Rabb kami, Binasahkanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka, karena mereka tidak beriman hingga mereka menyaksikan siksa yang pedih.” (Q.S.Yunus :88)
Dan sebagaimana Nuh yang berkata :
“Rabbi, jangan biarkan seotangpun di antara orang kafir itu tinggal hidup di bumi!” (Q.S. Nuh : 26)
Luar biasa, kan?Ya. Adalah konyol memaksakan diri menjadi orang lain setelah kita ‘hijrah’ dengan berjilbab. Alangkah sunyi dunia jika semuanya seragam. Biarkan semuanya sesuai karunia karakter yang Alloh lekatkan pada diri kita. Maka akan tetap ada akhwat yang jago karate seperti Nusaibah binti Ka’ab yang melindungi Rasulullah ke manapun beliau bergerak dalam perang. Akan tetap ada yang berkepribadian kuat dan pemberani seperti Ummu Hani’ binti Abu Thalib. Akan tetap ada yang suka bermanja dan ceria seperti ‘Aisyah. Ada yang tetap bisa membentak dan tertawa terbahak seperti Hafshah. Akan tetap ada yang lembut dan keibuan seperti Khadijah.
“Celupan warna Allah. Dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya daripada Allah. Dan padaNya sajalah kami beribadah” (Q.S.Al-Baqarah : 138)
Nah, cukuplah bagi kita celupan warna dari Allah. Celupan warna yang melingkup karakter khas kita, membingkainya menjadi sesuatu yang indah. Ia menjaganya untuk tetap menjadi kemuliaan dimanapun, kapanpun. Sehingga mungkin, memang harus ada penyesuaian-penyesuaian tertentu. Tetapi karakter-karakter mendasar, tidak ada yang perlu kita risaukan. Jilbab kan bukan lakon sandiwara yang membuat kita harus jadi orang lain ketika memakainya. Sekali lagi, jangan sirnakan keunikan diri. Biarkan keindahan warna-warni itu hidup dan meronai dunia dengan pelangi akhlaq.

Di Ambil dari buku Agar Bidadari Cemburu Padamu, karya : Salim A.Fillah. Halaman: 80-83
Label: edit post
0 Responses

Post a Comment