Demokrasi,satu pranata yang telah
banyak menyihir dunia. Kebebasan adalah paling sentral dalam demokrasi.
Diskursus seputar demokrasi, masih tetap hangat, terlebih kalangan gerakan
islam. Ada dua sikap ekstrim tentang demokrasi, ada yang begitu memujanya sebagaimana
pernyataan Francis Fukuyama dalam bukunya “The End of History”,
tetapi di sisi lain ada yang memandang sistem ini sebagai penyebab hancurnya
sistem kemanusiaan, keluar dari nash-nash Qur’an, dan lain sebagainya.
Bagaimana bersikap terhadap fenomena demokrasi ini?
Anis matta dengan ide briliannya memberikan
inspirasi terutama bagi para pegiat harakah islamiyah agar tidak bersikap
ekstrim : terlalu mendewakan ataupun antipati menolaknya. Ide-ide besar anis
matta, merupakan refleksi dari terminology Sayyid Quthub, yakhtalituuna walakin
yatamayyazuun (bergaul dan bercampur dengan masyarakat tapi tidak
terlarut di dalamnya)
Setiap individu dalam masyarakat demokrasi sama dengan masyarakat yang lain.
Semua sama-sama bebas dalam berpikir, berekpresi, dalam bertindak, dan memilih
jalan hidup. Tidak boleh ada rasa takut, tidak boleh ada tekanan terutama dari
militer. Kebebasan hanya di batasi oleh kebebasan yang sama.
Fungsi Negara hanyalah memfasilitasi masyarakat untuk hidup bersama secara
damai. Negara bertugas melindungi setiap individu dan setiap entitas untuk
hidup menurut cara mereka. Dasar yang digunakan Negara untuk bekerja adalah
kesepakatan bersama antar warga Negara, sesuatu yang kemudian kita sebut
konstitusi, undang-undang atau hukum.
Maka semua orang menikmati demokrasi. Para kapitalis menikmati demokrasi karena
inilah paying politik yang memberi akses ke semua sudut pasar potensial. Para
buruh juga menikmati demokrasi karena inilah paying politik yang memberi
perlindungan hak-hak dan kebebasan bekerja. Dakwah juga menikmati demokrasi
karena disini para dai’ menemukan kebebasan untuk bertemun dan berinteraksi
secara terbuka dan langsung dengan semua objek dakwah.
Tapi, kenikmatan ini ada harganya. Terutama bagi dakwah. Kita memang bebas
berdakwah, tapi para pelaku kemungkaran juga bebas melakukan kemungkaran. Yang
berlaku di sini bukan hukum benar-salah, tapi hukum legalitas. Sesuatu itu
harus legal, walaupun salah. Dan, sesuatu yang benar tapi tidak legal adalah
salah. Begitulah aturan main demokrasi.
Yang kemudian harus kita lakukan adalah bagaimana mengintegrasikan kebenaran
dan legalitas. Bagaimana membuat sesuatu yang salah dalam pandangan agama
menjadi tidak legal dalam pandangan hukum positif. Secara terbalik, itu pulalah
yang dilakukan para pelaku kejahatan, para mafia narkoba harus mencuci uangnya
agar bisa menjadi hak milik yang legal.
Maka penetrasi kekuasaan dalam Negara demokrasi harus dilakukan dengan
urutan-urutan.
Pertama, menangkanlah wacana public agar opini public berpihak kepada kita.
Kedua,
formulasikan wacana itu ke dalam draf hukum untuk di menangkan dalam wacana
legislasi melalui lembaga legislative. Kemenangan legislasi ini menjadi
legitimasi bagi Negara untuk mengeksekusinya. Ketiga,
pastikan bahwa para eksekutif pemerintah melaksanakan dan menerapkan hukum
tersebut.
Jadi, itulah tiga pusat kekuasaan dalam Negara demokrasi : wacana public,
legislasi, dan eksekusi. Pengadilan itu lembaga netral. Signifikan tapi tidak
menentukan proses pembentukan struktur kehidupan masyarakat. Melakukan
penetrasi ke tiga pusat kekuasaan itu bukanlah pekerjaan mudah. Kita akan
menemui banyak ranjau saat hendak membentuk opini public untuk memenangkan
wacana public. Sebab wacana public adalah dunia tanpa batasan.
Jadi, misalnya kita ingin menghabisi pornografi di Negara ini, susunlah
struktur gagasan yang kuat untuk meyakinkan public betapa merugikannya
pornografi bagi kehidupan kita. Jika kita menang di sini, buatlah sebuah
rancangan undang-undang untuk membasmi segala bentuk pornografi. sekali lagi,
jika kita menang disini, kontrollah secara ketat apakah pemerintah
melaksanakannya secara baik atau tidak. Kalau tidak, kita tuntut pemerintah.
Demikianlah dakwah harus bekerja di era demokrasi. Ada kebebasan yang kita
nikmati bersama. Tapi, juga tersedia “ cara tersendiri”
untuk mematikan kemungkaran dan melakukan penetrasi kekuasaan. Anggaplah ini
sebuah seni yang harus dikuasai para politisi dakwah.(dwiS)
Post a Comment