Tahapan dakwah bisa di ibaratkan
sebuah anak tangga menuju sebuah hasil. Berpegang pada tahapan ini membuat
segala yang kita lakukan menjadi terarah. Tahapan ini tidak dibatasi oleh
waktu, akan tetapi tahapan ini merupakan tahapan dimana ada kriteria yang harus
dipenuhi sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Sehingga bisa saja dalam salah
satu tahapan setiap LDK menghabiskan waktu yang berbeda. Apa saja tahapan
dakwah yang ada ? dalam tulisan ini saya akan mencoba memaparkan 4 tahap yang
bisa dilalui.
Tahap Pertama : membangun basis kader inti
Dalam risalah dakwah yang Rasul
ajarkan, sebagaimana kita ketahui ada golongan yang pertama masuk Islam atau
kita kenal dengan Ashabiqunal Awwalun. Golongan pertama ini dibina dengan
intens oleh Rasul dalam rangka menguatkan fondasi terdalam dan paling bawah
dari bangunan Islam. Bisa kita cermati sirah nabawiyah, Rasul mendidik Sahabat
ini selama 10 tahun, atau hampir setengah dari masa kenabian beliau, yakni 23
tahun. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul. LDK pun akan melakukan hal yang
sama, dengan tentunya waktu yang harus lebih cepat, karena kondisi dakwah
kampus yang relatif singkat.
Kaderisasi yang dilakukan pada
kader inti ini bersifat khusus dan terbatas, sehingga betul-betul segala yang
dibutuhkan untuk dakwah kedepannya diharapkan bisa dimiliki oleh kader inti
ini. Hal –hal apakah yang harus dimilki ? dalam hal ini ada 3 kebutuhan utama
yang perlu dimiliki.
1. Kepribadian seorang Muslim
kepribadian ini meliputi
karakter-karakter yang diperlukan seseorang dalam kehidupannya agar ia bisa
menjalankan Islam dan mengajarkannya. Seorang kader inti harus memiliki aqidah
yang bersih, ibadah yang benar, akhlak yang baik, tubuh yang sehat, kemampuan
menghasilkan atau kuat secara ekonomi, pikiran yang intelek, bersungguh-sungguh
dan tekun dalam segala hal, memiliki manajemen diri yang baik, disiplin akan
waktu serta mempunyai paradigma untuk selalu bermanfaat bagi orang lain. Dengan
adanya kepribadian ini diharapkan seorang kader inti bisa menjadi teladan, bisa
menjadi guru dan diterima di kalangan masyarakat luas.
2. Kredibilitas dan Moralitas Pemimpin
Islam mendidik para umatnya untuk
menjadi pemimpin bagi dirinya dan kalangannya. Dalam hal ini seorang kader
inti, diharapkan bisa menjadi pemimpin dimanapun dia berada dalam rangka
mengubah kondisi umat yang dipimpinnya menjadi lebih baik. Bukan untuk
kekuasaan semata. Akan tetapi paradigma dakwah dan paradigma memberikan cahaya
Islam di muka bumi harus terinternalisasi dengan baik di hati kader inti.
Menjadi pemimpin adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Sehingga dalam
tahap ini seorang kader inti harus dididik bagaimana menjadi pemimimpin yang
kuat dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin yang bisa mengayomi seluruh
umatnya, seorang pemimpin yang bisa menjadi ulama dan umara dalam waktu
bersamaan.
3. Kemampuan khusus lainnya
Setiap manusia dilahirkan dengan
potensi , minat , dan bakat yang berbeda. Ada seorang yang ahli dalam hal seni,
ada seorang yang mahir berdagang atau saat ini kita kenal dengan entrepreneur,
atau ada yang ahli dalam olahraga, dan sebagainya. Kemampuan khusus ini
haruslah dikembangkan dengan bijak dan tepat, karena potensi seseorang jika
dikembangkan akan jauh lebih cepat dan pesat perkembangannya. Seorang kader
inti sebagaimana Rasul juga mendidik sahabatnya , juga memiliki kekhasan
tersendiri. Sebutlah Ali bin Abi Thalib yang cerdas dan gemar menuntut ilmu,
Umar bin Khattab yang ahli bermain pedang, Mushaf bin Umair yang menjadi
pedagang sukses, dan sahabat lainya, yang memiliki potensi besar dan digunakan
dengan baik dalam pemanfaatannya untuk kebutuhan dakwah. Seorang kader inti
yang ahli dalam seni, bisa jadi dikembangkan dan bisa menjadi kekuatan dalam
mengemas dakwah yang lebih komunikatif, seorang yang gemar berolahraga
dikembangkan potensinya dalam rangka untuk sebagai duta dakwah diantara para
masyarakat yang gemar berolahraga, seorang yang gemar berbisnis, didukung
aktifitas bisnisnya agar mampu mendorong perkembangan dakwah dengan kekuatan
yang dimiliki.
Pendidikan kader inti ini menjadi
tahapan pertama dan menjadi fondasi yang akan menopang agenda dakwah
kedepannya. Sehingga perlu dicermati dan ditelaah juga berapa banyak kader inti
yang akan ada dan dibina.Pembinaan ini juga harus komprehensif dengan waktu
yang tepat. Dengan harapan bisa menjadi core
dalam membangun basis massa
simpatisan.
Tahap Kedua : membangun basis massa
Setelah terbentuk kader inti ,
dakwah akan masuk di tahapan selanjutnya, yaitu membangun basis massa. Seringkali
kita kenal istilah simpatisan, kurang lebih seperti itu yang akan kita bangun,
akan tetapi tidak sekedar massa yang hanya mengatakan mendukung, akan tetapi
massa yang senantiasa mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh kita. Tujuan dari membangun massa ini adalah memperkenalkan
Islam, dan menjadikan Islam sebagai way
of life. Islam yang komprehensif dan menjadi solusi dalam kehidupan. Ada
dua metode utama dalam memperkenalkan Islam ini.
1. Dakwah dengan melayani
Menilik sirah nabawiyah, proses
yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah menjadikan beliau Al Amin
setelah itu mengangkatnya sebagai Rasul. Dalam hal ini bisa kita ambil
kesimpulan bahwa Rasul telah sukses melayani kota mekah sehingga beliau diberi
gelar tersebut barulah beliau berdakwah, pelayanan dahulu baru dakwah.
Memberikan apa yang umat butuhkan, memang butuh kita sadari bahwa kebutuhan
umat sangat variatif, akan tetapi justru di situlah seni bagaimana kita bisa
membuktikan bahwa Islam bisa sebagai solusi dalam segala permasalahan yang ada.
Jika kita membicarakan dakwah kampus, maka yang kita berikan haruslah sesuai
dengan kebutuhan, sebutlah menyediakan informasi tempat tinggal yang murah dan
nyaman, memberikan pelayanan fotokopi buku atau bahkan menyediakan buku kuliah
dan catatan kuliah, menyediakan tempat bertanya terkait Islam dan syariatnya,
memberikan informasi dalam bentuk tulisan, booklet tentang kampus, kota , dan
lain sebagainya. Pelayanan ini bisa sangat variatif pula bentuknya sehingga
semakin banyak yang memikirkan ini akan semakin banyak varian metode dakwah
yang bisa digunakan.
2. Dakwah dengan memimpin
Jika konsep dakwah sebelumnya
dengan tipikal menyentuh grass root. Dakwah
dengan memimpin adalah pendekatan yang lebih struktural. Walau sebenarnya tidak
sekaku itu dalam pelaksanaanya. Dengan memimpin dalam sebuah kelompok, mulai
dari kelompok kecil seperti ketua kelompok tugas, ketua kelas, ketua lomba
riset hingga ketua kelompok yang lebih besar seperti ketua himpunan mahasiswa,
ketua panitia dan sebagainya. Dengan memimpin ini seorang kader bisa
menunjukkan bagaimana etos kerja yang dimilkinya bisa membawa kelompok tersebut
kearah keberhasilan dan kearah lebih baik. Dalam memimpin ini seorang kader
juga bisa berdakwah secara kecil-kecilan dan menanamkan kultur Islam di dalam
kelompok. Seperti membiasakan shalat tepat waktu, memulai segala sesuatu dengan
niat dan do’a, membiasakan berdo’a kepada Allah dalam setiap keadaan, dan
memberikan sebuah nilai-nilai lainnya kepada objek dakwah. Sehingga timbul personal trust seseorang kepada kita ,
dan menilai bahwa kader kita adalah seseorang yang kuat dan bertanggung jawab,
serta mulai meyakini bahwa pola hidup atau way
of life yang dilakukan dan dianut
oleh kader kita adalah sebuah pemahaman yang baik. Harapan yang bisa timbul
adalah kedepannya ada kepercayaan yang ada di masyarakat, dan ketika kader kita
menyampaikan risalah Islam, tidak terjadi penolakan diantara masyarakat atau
bisa dikatakan objek dakwah kita menerima apa yang akan kita sampaikan.
Setelah menjalani dua varian metode
ini, dakwah ini juga butuh sebuah wadah yang bisa menampung simpatisan ini
untuk mengikuti pembinaan dan menjadi bagian dari massa kita juga. Wadah ini
diharapkan bisa menjadi media yang tepat dalam mengembangkan potensi simpatisan
ini agar selanjutnya bisa menjadi kader dakwah pula. Sistem permentoringan atau
dalam istilah lain kita kenal dengan usrah
atau liqo’ atau halaqoh menjadi wadah yang sangat tepat
untuk menampung dan membina para objek dakwah ini. Mentoring adalah proses
transfer nilai antara mentor dan binaanya. Dalam proses mentoring ini seorang
mentor diharapkan bisa membina 7-10 adik mentor atau binaanya dan memberikan
ilmu serta pemikiran yang ada dalam rangka membuat frame berpikir yang Islami.
Proses mentoring ini tidak hanya sampai pada tahapan memberikan ilmu, akan
tetapi lebih lanjut, mentoring ini bisa menjadi sebuah keluarga kecil bagi para
anggotanya. Oleh karena itu makan seorang mentor diharapkan bisa memilki
beberapa fungsi , antara lain :
a.
Guru, seorang guru yang memberikan ilmu kepada
muridnya
b.
Pemimpin, seorang pemimpin yang bisa mengarahkan
binaanya menuju masa depan yang sesuai dengan koridor yang benar
c.
Kakak/Sahabat, sebagai tempat mencurahkan isi
hati dikala susah dan butuh bantuan
d.
Da’i, dimana seorang mentor tidak hanya memberikan
ilmu, akan tetapi juga menyiapkan binaanya untuk menjadi calon mentor di masa
yang akan datang
Proses dalam mentoring ini bisa
dengan mudah terus bertambah, dan bercabang hingga tidak terbatas, kader inti
yang telah dibina sebelumnya sebisa mungkin menjadi mentor utama, dan
diharapkan bisa mengembangkan cabang dan ranting kelompok mentoringnya hingga
tak terbatas. Disinilah bagaimana kita akan menguatkan basis massa, basis massa
yang kuat akan menopang dakwah ini dan memudahkan langkah kita untuk mebuat
gerakan dakwah kita lebih terbuka dan masif.
Tahap ketiga : membangun basis institusi
Pada tahap ini dakwah yang
dilakukan di kampus sudah mulai terlembagakan secara formal dan wajar dalam
sebuah instansi dakwah bernama Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ). LDK disini
dibangun atas kebutuhan dan tuntutan dari basis massa yang ada, karena
bagaimana pun sekelompok orang atau komunitas yang mempunyai tujuan perlu
dilembagakan secara formal agar gerak dakwah menjadi lebih mudah dan legal.
Perlu dipahami bahwa dengan mengikuti tahapan yang ada, pembangunan LDK ini
menjadi lebih kepada kebutuhan alamiah ketimbang memaksakan pembangunan LDK.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memulai melegalkan dan
mendirikan LDK ini.
a. Basis Massa yang Setia
Dalam membuat sebuah
lembaga di kampus, biasanya memerlukan quota minimal untuk mendirikannya. Quota
minimal ini selain untuk memenuhi syarat birokrasi , juga untuk memastikan agar
regenerasi dakwah yang ada dapat berjalan. Keberadaan basis massa ini
diharapkan terdiri dari berbagai angkatan yang masih ada di kampus. Selanjutnya
basis massa inilah yang akan menjadi bangunan yang kokoh dalam mengembangkan
LDK di masa yang akan datang.
b. Birokrasi Kampus yang Mendukung
Perlu dipahami
bahwa keberadaan LDK tidak bisa terlepas dari kampus dan tata tertib serta
birokrasi yang ada di dalamnya. Pendekatan personal ke pihak rektorat, dosen,
dan birokrasi kampus lainnya adalah sebuah tuntutan yang perlu kita penuhi agar
proses legalisasi ini bisa berjalan mulus. Pendekatan ini dilakukan sejak kita
mempunyai basis massa, agar ketika jumlah massa yang dimiliki cukup, pendirian
LDK menjadi lebih mudah.
c. Bentuk Lembaga Dakwah Kampus
Menurut
pengamatan saya ada beberapa bentuk yang bisa di ajukan sebagai wadah legal
formal LDK. Bentuk LDK yang pernah ada antara lain.
Pertama, LDK sebagai unit kegiatan
mahasiswa, dimana LDK sebagai unit kerohanian, ini adalah bentuk ideal dan
paling diharapkan bisa terbentuk.
Kedua , LDK dengan bentuk Dewan
kesejahteraan Masjid, bentuk LDK seperti ini, jika ternyata sudah ada LDK lain
di kampus, atau pihak birokrasi ternyata tidak setuju dengan adanya LDK.
Ketiga , LDK berada di bawah Badan
Eksekutif Mahasiswa ( BEM ), LDK ini berada di bawah departemen kerohanian di
BEM.
Keempat, Jika ternyata sudah ada LDK
lain yang kuat, pergerakan dakwah ini bisa dengan membangun basis lembaga
dakwah di Fakultas, dengan bentuk LDF, perlu disadari bahwa massa real yang ada kampus berada di fakultas, dan dengan
adanya lembaga di fakultas ini daya rangkul kader kita akan lebih optimal.
Kelima, Jika ternyata, di kampus sudah
ada LDK lain, yang mungkin kurang begitu aktif, dan pihak birokrasi tidak
mengizinkan adanya LDK lagi, maka proses infiltrasi ke LDK yang sudah ada
menjadi pilihan. Dengan basis massa yang sudah kuat dan setia, kader kita bisa
saja secara bertahap mengisi pos-pos yang ada di LDK tersebut, hingga suatu
saat ketua LDK beserta jajaran tim intinya adalah kader kita yang punya
pemikiran dan gerak dakwah yang sesuai, memang butuh waktu lama akan tetapi,
pola ini akan lebih “cantik” dan “apik”.
Setelah Lembaga ini terbentuk
perlu dipenuhi beberapa syarat kelengkapan lembaga agar fungsi lembaga dakwah
ini bisa optimal. Kelengkapan ini antara lain.
Pertama, Adanya tata organisasi yang sesuai,
adanya ketua,sekretaris,bendahara, dan ketua departemen . Untuk LDK mula,
departemen yang dibutuhkan antara lain, departemen kaderisasi, departemen syiar
dan pelayanan kampus, serta departemen dana. Tiga departemen ini bisa dikatakan
kebutuhan dasar sebuah LDK. Dengan pertimbangan jumlah SDM yang terbatas,
adanya tiga departemen ini seharusnya bisa menjalankan fungsi LDK dengan baik.
Dalam perkembangannya, sebuah LDK diharapkan bisa memenuhi beberapa fungsi
lainnya yang menjadi fungsi pokok ( sektor dakwah ) dan diturunkan dalam bentuk
departemen, yakni :
a. Sektor
Internal ( kaderisasi, mentoring, rumah tangga )
b. Sektor
An nisaa / Kemuslimahan
c. Sektor
Syiar dan Pelayanan Kampus ( media, event )
d. Sektor
Keuangan
e. Sektor
Jaringan ( Humas )
f.
Sektor Akademik dan Profesi
g. Sektor
Kesekretariatan ( administrasi, Litbang )
Tujuh sektor ini adalah
representatif dari bentuk serta fungsi yang harus dipenuhi LDK dalam keadaan
ideal. Memang butuh waktu dalam membangun LDK hingga tahap ini, akan tetapi
bisa saja dalam proses perkembangan LDK , dua fungsi bisa digabung dalam satu
departemen. Tergantung dari kapasitas dan kuantitas kader yang ada.
Kedua , Diperlukannya sebuah tata
nilai dan tata hukum atau pedoman dakwah yang diberlakukan di sebuah organisasi
termasuk LDK. Kebutuhan pedoman dakwah ini, antara lain Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, Visi dan Misi serta perangkat sederhana lainnya yang
bisa membuat kader kita terarah dalam menjalankan gerak dakwahnya. Seiring
waktu, sebuah LDK juga perlu memiliki pedoman dakwah yang lebih advance, ada beberapa contoh disini,
Saudara kita di SALAM UI mempunyai Manajemen
Mutu SALAM UI (MMS UI), dimana di dalamnya terdapat berbagai aturan dan
norma serta standarisasi yang digunakan dalam pengelolaan LDK. Kawan-kawan di
UNDIP, memiliki sebuah komitmen bersama antara
LDK dan LDF sehingga gerak dakwah LDK dan LDF menjadi sinergis, di GAMAIS ITB,
kami memiliki Pedoman Lembaga Dakwah
Kampus GAMAIS ITB ( PLDK GAMAIS ITB ), dimana di dalam nya terdapat blue print GAMAIS ITB 2007-2013, Rencana
Strategis Jangka Panjang 2008-2010,dan Panduan
Fiqih Praktis Aktifis Dakwah. Berbagai bentuk yang ada disesuaikan
tergantung kebutuhan dari LDK, semakin besar LDK, semakin detail pula aturan
yang ada, karena dalam tahapan kemandirian LDK, sistem lah yang akan dibangun,
karena dengan sistem yang kuat, akan menghasilkan kader yang kompeten pula di
masa yang akan datang.
Ketiga, Adanya mekanisme kaderisasi
berkelanjutan bagi kadernya. LDK adalah lembaga kaderisasi, sehingga fungsi
kaderisasi atau membina kader menjadi fungsi utama, dan harus senantiasa
menjadi dinamo yang tidak kenal henti. Sebuah lembaga yang baik haruslah
memberikan kemanfaatan bagi kadernya. Meningkatkan kapasitas serta keilmuan
yang bisa menunjang aktifitas kader di LDK maupun di kehidupan sehari-hari. Ini
menjadi syarat yang mutlak untuk memastikan sistem regenerasi LDK ini bisa
berkelanjutan dan membuat dakwah kita di kampus bisa bertahan lama.
Tahap Keempat : Membangun bangunan kampus secara keseluruhan dengan
konsep Islam
Legalitas LDK yang ada memudahkan
gerak dakwah kita menjadi lebih dinamis dan bebas. Kekuatan formal lembaga ini
memberikan banyak kemudahan bagi kita untuk berbuat lebih di kampus. Pada tahap
keempat ini varian metode dan objek dakwah semakin luas, dan bisa dikatakan
tidak terbatas, semua tergantung manajemen kreatiftas dan inovasi dari kader
LDK. Lingkup dakwah pertama yang harus dipenuhi adalah civitas akademika di kampus kita. Selanjutanya bisa meningkat
menjadi lingkup Kota lalu nasional, dan Internasional. Pada lingkup civitas akademika ini ada beberapa stakeholder yang bisa kita
lakukan pendekatan dakwah.
Mahasiswa, objek utama dalam dakwah kampus kita, ketika lembaga
sudah ada, metode dakwah bisa kian variaif. Pembuatan event syiar, seperti
ta’lim, tabligh, outbound, kajian, olahraga bareng atau mungkin mabit. Media LDK juga bisa semakin
terbuka, seperti pamflet, poster, spanduk, baligo, atau perangkat multimedia
lainnya. Dengan adanya lembaga yang legal, agenda syiar pun seharusnya akan
mendapat respons lebih dari massa kampus. Akan tetapi walaupun sudah ada
lembaga yang formal, metode dakwah dengan pelayanan, dakwah dengan memimpin
serta wadah mentoring yang ada harus tetap dijalankan. Karena ini merupakan
metode klasik yang masih bisa digunakan sampai kapanpun.
Dosen , dakwah ke dosen
butuh pendekatan yang lebih persuasif, cara dakwah ke dosen bukan dengan
menceramahinya akan tetapi dengan memberikan kesempatan kepada beliau untuk
mengisi di acara-acara LDK sesuai dengan kompetensinya atau melibatkan dosen
dalam kegiatan seperti sebagai penasihat atau tempat konsultasi. Selain itu
memberikan sedikit kenang-kenangan kepada dosen, seperti buku, bisa menjadi
media dakwah yang tepat untuk dosen, karena dosen biasanya gemar membaca.
Dengan adanya keterlibatan ini, dosen akan mempunyai sense of belonging terhadap
LDK dan akan lebih peduli terhadap gerak dakwah kita dan LDK kita.
Birokrasi kampus, pendekatan ke birokrasi kampus hampir sama dengan
pendekatan ke dosen. Akan tetapi bisa ditambah dengan silahturahim rutin dalam
rangka meningkatkan kedekatan dan kepercayaan satu sama lain. Dengan kedekatan
dan kepercayaan ini, gerak dakwah kita akan lebih di dukung dan bisa lebih
cepat berkembang.
Karyawan Kampus, karyawan dalam hal ini ada elemen administrasi
kampus, satpam, penjaga kantin, merupakan bagian dari kampus yang perlu kita
dakwahi. Keteladanan kita, budi pekerti serta akhlak yang baik serta dikenal
sebagai mahasiswa yang bermoral menjadi metode dakwah yang bisa digunakan,
dukungan dari karyawan kampus ini biasanya juga akan mendukung dakwah secara
umum. Karena jumlah mereka yang banyak dan punya peran di kampus. Selain itu,
pengadaan ta’lim khusus karyawan atau mungkin memberikan bingkisan untuk mereka
di momen tertentu bisa menjadikan kedekatan kita dengan mereka lebih erat.
Pengamatan saya menilai tidak ada
metode dakwah yang terbaik diantara metode dakwah di berbagai kampus, yang ada
adalah metode dakwah yang tepat. Setiap kampus mempunyai kekhasan tersendiri,
dan menjadi tanggung jawab bagi kita untuk bisa mengformulasikan metode dakwah
yang paling tepat untuk kampus kita. Berpegang pada tahapan ini, akan sangat
membantu paradigma berpikir kita dalam mengembangkan Lembaga Dakwah Kampus.
Tulisan ini ditujukan untuk semua aktifis dakwah di Indonesia
Terutama untuk saudara ku yang sedang berjuang membangun LDK
Untuk saudaraku yang sedang berjuang menguatkan LDK
Untuk saudaraku yang akan mempercepat pertumbuhan LDK di wilayahnya
Dari LDK mula, LDK muda, LDK madya, dan hingga LDK mandiri
Ditulis oleh
Ridwansyah yusuf achmad
Kepala LDK GAMAIS ITB
http://ridwansyahyusuf.blogspot.com
yusuf_ahdian@yahoo.co.id
ridwansyahyusuf@gamais.itb.ac.id
tulisan ini boleh
disebarluaskan secara bebas dengan mencantumkan identitas penulis
semoga bermanfaat
Post a Comment